Saya jadi senyum-senyum sendiri ketika mengingat kejadian ini. Beberapa waktu lalu, ketika saya sedang siaran di studio @pamityang2an, tiba-tiba @paksiraras datang menghampiri saya dengan gayanya yang selalu penuh canda.

"Prab, nek ini saya harus ngobrol sama situ...tenan ini, gara-gara situ.."

"O ya? gimana prab.. ada apa.." saya berusaha membagi konsentrasi antara siaran dan mendengarkan apa yang ingin disampaikan.

"Situ masih inget ndak, dulu pernah bilang ke saya, waktu saya ngasih hadiah ke Santi, trus situ nyuruh saya buat jadi supplier kado?"

"iya dong, masih inget, soalnya cara situ itu menurut saya keren, dan pasti banyak orang butuh, milih kado itu permasalahan yang nggak gampang..." 

saya ingat waktu paksiraras membuat "kerajinan" kecil untuk santi, bentuk jantung hati yang dibuat dari pringles. Saya juga ingat waktu @paksiraras mempersiapkan hadiah ulang tahun santi di galeri nya yang gejayan. Romantis, dan tidak semua pria seromantis ini memang.

"Nah, sekarang saya jadi suplier kado untuk nasabah prioritas Mandiri, belum lama sih, tapi waktu kejadian itu, saya langsung inget situ, wah iki goro goro endoch iki..."

Cerita itupun berlanjut dengan darimana mulainya, contoh-contoh kado yang sudah pernah dibuat oleh @paksiraras untuk nasabah Prioritas Bank Mandiri. Saya pun senang mendengarnya. Waktu saya mengungkapkan saran itu, sepertinya sudah 3 atau 4 tahun yang lalu, itupun saya harus bilang sampai 3 atau 4 kali. Setiap kali saya sampaikan hal itupun selalu dianggap bercanda olehnya.

*** 

Kira-kira 3 minggu yang lalu, saya BBM an dengan seseorang yang pernah hinggap di hati saya. Kami pernah pacaran jarak jauh, dia di jakarta, dan saya di jogja, tapi hal ini sudah jauh di masa lalu. Ketika ngobrol perihal pekerjaan, di sela-selanya, tiba-tiba dia menyampaikan sesuatu: perihal interaksinya dengan pria, bahwa apa yang dulu saya sampaikan dan saya dianggap cemburuan ternyata juga benar adanya. Teman saya itu lelah mengulang proses yang berulang kali dan berujung sama, sehingga saat ini dia berkesimpulan bahwa lebih baik bekerja daripada berurusan dengan pria-pria nggak jelas.

***
Kita tidak akan pernah bisa hidup sendiri, terutama dengan pikiran-pikiran kita. Ada kalanya apa yang disampaikan orang lain, meski terdengar cerewet, menyakitkan, nyebelin, kepo, atau emosi apapun yang muncul, namun hal itu justru benar. Iya, kita harus lebih bisa mendengar hal-hal yang justru menyakitkan hati kita. Hal-hal yang manis di telinga atau hati tentu saja lebih gampang dicerna.

Saya akan selalu suka menerima input, entah itu ketika saya benar atau ketika saya salah. Saya pun juga akan selalu berusaha menyampaikan sesuatu sesuai isi hati saya, meski terkadang cara menyampaikan saya terasa kurang pas, atau berujung pada dibenci, dijauhi, atau tidak dicari lagi, saya tidak keberatan. Saya harap, dalam prosesnya, saya juga akan menemukan orang-orang yang tidak keberatan untuk menyampaikan sesuatu untuk kemajuan saya. 

Oh, well, thanks to ...