Kemarin, saya agak kaget ketika ibu suri lama berdiri di depan kaca trus saya tiba-tiba dipanggil..
"Ko, sini deh, bantuin mamah, tolong cabutin uban"
sontak saya kaget, nggak biasanya ibu suri mikirin uban. Memang sih, biar semandiri apapun, kan dia tetap wanita, dan tahun ini umurnya 51, jadi wajar kalau rambutnya sudah tumbuh uban. Saya yang sedang asik di depan komputer, lalu beranjak mendekat.
"Lha emang kenapa kalo ubanan?" ibu suri nggak menjawab pertanyaan saya yang satu ini.
"ini nih, ada satu, tolong cabutin" kepalanya agak menunduk, jari-jari tangannya sibuk memegang rambut di sekitar satu uban mungil itu. panjangnya paling sekitar 2cm, jadi memang agak susah kalau dicabut sendiri.
"ya wajarlah kalo ubanan.. emang siapa juga yang mau ngliatin" saya berdiri dihadapan ibu suri sambil berusaha mencabut uban yang dimaksud, tapi tak berhasil.
"ya mamah lah yang ngliatin.." bibirnya sambil agak mecucu.
"susah nih, udah lah cuekin aja" sayapun mengakhiri usaha saya mencabut uban, dan kembali duduk ke meja komputer. Ibu suri tampak masih sibuk dengan usahanya mencabut satu uban itu.
saya sendiri kalau tidak dalam rangka harus mencoba mencabut si uban, rasa-rasanya kok ya nggak bakalan merhatiin satu uban itu. misalnya saya melihat uban itu dengan jelas, saya merasa hal itu wajar dan tidak akan terganggu sedikitpun. entahlah, mungkin nanti akan tiba saatnya kalau saya jadi rewel sama uban-uban yang akan tumbuh di kepala saya. iya, entah berapa tahun lagi. bisa jadi juga, saya yang akan giliran minta tolong pada ibu suri untuk nyabut uban saya.
Seingat saya, sudah tiga celana pendek yang copot kancingnya. Waktu copot yang kedua, saya sempat berusaha keras memikirkan kenapa sebabnya. Dua celana yang berbeda, dari bahan yang berbeda dan tentunya cara menjahit yang berbeda pula, tapi kok bisa berakhir sama? apakah ada yang salah dengan cara saya memakai celana? atau karena kebiasaan saya yang bisa dibilang cukup sering untuk buang air kecil sehingga utilisasi kancing celana dibuka dan dipasang lagi cukup tinggi? Hmm.. bisa jadi juga cara mencuci celana pendeknya, kan yang nyuci 1 orang yang sama, dan mesinnya sama.
Lantas, kenapa saya sibuk memikirkan penyebab copotnya kancing celana itu? Jadi gini, celana pendek saya itu terbatas, dan sampai umur saya yang hampir 30 tahun ini, saya belum memiliki kebiasaan untuk membeli keperluan pribadi saya sendiri (contoh: pakaian dan termasuk juga pakaian dalam). Sedari dulu, kakak saya atau ibu suri yang biasa melakukan hal itu. Bagi saya, kebiasaan itu termasuk win-win. Kenapa? konon kabarnya, wanita sangat bahagia bila disuruh belanja, jadi ya saya juga asik-asik aja untuk terima beres kemudian memakainya (tentunya setelah dicuci pertama kali).
Akhirnya saya menemukan jawaban kenapa kancing celana pendek saya termasuk gampang copot: kebiasaan membawa semua kunci.
Total berat kunci saya adalah 0,2kg dan itu sudah termasuk karabiner yang saya pakai sebagai gantungan kunci. Saya timbang pakai timbangan digital di toko, artinya hasil timbangan itu sudah pasti akurat (tingkat keakuratannya nih yang saya bingung berapa :D), kan timbangan yang ada di toko dipakai untuk berdagang, jadi harus di tera setaun sekali. Hanya saja, saya sempat nyari stiker bekas tera nya kok nggak ketemu.
Kalau dipikir-pikir, 0,2kg itu ringan. sebagai perbandingan, berat jam tangan saya adalah 0,17kg, sementara hp blackberry onyx 1 saya (beserta leather case nya) beratnya 0,15kg. Awalnya, saya pun ragu kalau segepok kunci itu jadi penyebabnya. Kenyataanya tidak begitu.
Segepok kunci itu biasa saya gantungkan pada bagian kanan kancing (biasa dimasuki ikat pinggang, apa sih ya namanya?). Nah ketika digantung biasa dan saya hanya berdiri normal, nampaknya kancing tidak bekerja keras, tapi ketika saya jalan, tentu saja segepok kunci itu bergerak kesana-kesini, selain menimbulkan bunyi, juga menimbulkan momentum yang berakibat pada kancing celana pendek saya mendapatkan beban yang lebih.
Saya lupa pernah dapat kata-kata ini darimana: bukan masalah berapa berat bebannya, tapi seberapa lama kita menanggung beban itu. contohnya, pegang saja barbel 0,5kg selama satu jam menggunakan salah satu tangan, boleh kanan atau kiri. untuk berat yang bisa dibilang ringan, tapi kalau kita pegang terus dalam waktu satu jam, hasilnya ya tangan ini tetap saja akan merasa pegel prab.
Stop sampai disitu ya! jangan lantas dibayangkan apa yang akan terjadi seandainya kita menyimpan beban di hati. Sudah pasti, kita akan kehabisan energi. Meskipun hal-hal yang membebani hati itu termasuk kecil, tidak akan laku sampai dimuat di halaman pertama surat kabar, tapi bila kita bawa terus (atau lebih tepatnya terjadi terus ya?) hasilnya pasti sama: kita kehabisan energi.
segitu dulu ya perihal uban dan beban, saya mau memakai energi saya untuk mandi :p
"Ko, sini deh, bantuin mamah, tolong cabutin uban"
sontak saya kaget, nggak biasanya ibu suri mikirin uban. Memang sih, biar semandiri apapun, kan dia tetap wanita, dan tahun ini umurnya 51, jadi wajar kalau rambutnya sudah tumbuh uban. Saya yang sedang asik di depan komputer, lalu beranjak mendekat.
"Lha emang kenapa kalo ubanan?" ibu suri nggak menjawab pertanyaan saya yang satu ini.
"ini nih, ada satu, tolong cabutin" kepalanya agak menunduk, jari-jari tangannya sibuk memegang rambut di sekitar satu uban mungil itu. panjangnya paling sekitar 2cm, jadi memang agak susah kalau dicabut sendiri.
"ya wajarlah kalo ubanan.. emang siapa juga yang mau ngliatin" saya berdiri dihadapan ibu suri sambil berusaha mencabut uban yang dimaksud, tapi tak berhasil.
"ya mamah lah yang ngliatin.." bibirnya sambil agak mecucu.
"susah nih, udah lah cuekin aja" sayapun mengakhiri usaha saya mencabut uban, dan kembali duduk ke meja komputer. Ibu suri tampak masih sibuk dengan usahanya mencabut satu uban itu.
saya sendiri kalau tidak dalam rangka harus mencoba mencabut si uban, rasa-rasanya kok ya nggak bakalan merhatiin satu uban itu. misalnya saya melihat uban itu dengan jelas, saya merasa hal itu wajar dan tidak akan terganggu sedikitpun. entahlah, mungkin nanti akan tiba saatnya kalau saya jadi rewel sama uban-uban yang akan tumbuh di kepala saya. iya, entah berapa tahun lagi. bisa jadi juga, saya yang akan giliran minta tolong pada ibu suri untuk nyabut uban saya.
***
tadi sore, sepulang dari notaris, saya mendapati kancing celana pendek saya copot. Tenang, bukan copot karena efek samping terburu-buru ketika ingin bercinta. ah, tapi, seandainya saja begitu, rasanya pasti akan lebih asik untuk menerima kejadian copotnya kancing celana pendek saya.Seingat saya, sudah tiga celana pendek yang copot kancingnya. Waktu copot yang kedua, saya sempat berusaha keras memikirkan kenapa sebabnya. Dua celana yang berbeda, dari bahan yang berbeda dan tentunya cara menjahit yang berbeda pula, tapi kok bisa berakhir sama? apakah ada yang salah dengan cara saya memakai celana? atau karena kebiasaan saya yang bisa dibilang cukup sering untuk buang air kecil sehingga utilisasi kancing celana dibuka dan dipasang lagi cukup tinggi? Hmm.. bisa jadi juga cara mencuci celana pendeknya, kan yang nyuci 1 orang yang sama, dan mesinnya sama.
Lantas, kenapa saya sibuk memikirkan penyebab copotnya kancing celana itu? Jadi gini, celana pendek saya itu terbatas, dan sampai umur saya yang hampir 30 tahun ini, saya belum memiliki kebiasaan untuk membeli keperluan pribadi saya sendiri (contoh: pakaian dan termasuk juga pakaian dalam). Sedari dulu, kakak saya atau ibu suri yang biasa melakukan hal itu. Bagi saya, kebiasaan itu termasuk win-win. Kenapa? konon kabarnya, wanita sangat bahagia bila disuruh belanja, jadi ya saya juga asik-asik aja untuk terima beres kemudian memakainya (tentunya setelah dicuci pertama kali).
Akhirnya saya menemukan jawaban kenapa kancing celana pendek saya termasuk gampang copot: kebiasaan membawa semua kunci.
Total berat kunci saya adalah 0,2kg dan itu sudah termasuk karabiner yang saya pakai sebagai gantungan kunci. Saya timbang pakai timbangan digital di toko, artinya hasil timbangan itu sudah pasti akurat (tingkat keakuratannya nih yang saya bingung berapa :D), kan timbangan yang ada di toko dipakai untuk berdagang, jadi harus di tera setaun sekali. Hanya saja, saya sempat nyari stiker bekas tera nya kok nggak ketemu.
Kalau dipikir-pikir, 0,2kg itu ringan. sebagai perbandingan, berat jam tangan saya adalah 0,17kg, sementara hp blackberry onyx 1 saya (beserta leather case nya) beratnya 0,15kg. Awalnya, saya pun ragu kalau segepok kunci itu jadi penyebabnya. Kenyataanya tidak begitu.
Segepok kunci itu biasa saya gantungkan pada bagian kanan kancing (biasa dimasuki ikat pinggang, apa sih ya namanya?). Nah ketika digantung biasa dan saya hanya berdiri normal, nampaknya kancing tidak bekerja keras, tapi ketika saya jalan, tentu saja segepok kunci itu bergerak kesana-kesini, selain menimbulkan bunyi, juga menimbulkan momentum yang berakibat pada kancing celana pendek saya mendapatkan beban yang lebih.
Saya lupa pernah dapat kata-kata ini darimana: bukan masalah berapa berat bebannya, tapi seberapa lama kita menanggung beban itu. contohnya, pegang saja barbel 0,5kg selama satu jam menggunakan salah satu tangan, boleh kanan atau kiri. untuk berat yang bisa dibilang ringan, tapi kalau kita pegang terus dalam waktu satu jam, hasilnya ya tangan ini tetap saja akan merasa pegel prab.
Stop sampai disitu ya! jangan lantas dibayangkan apa yang akan terjadi seandainya kita menyimpan beban di hati. Sudah pasti, kita akan kehabisan energi. Meskipun hal-hal yang membebani hati itu termasuk kecil, tidak akan laku sampai dimuat di halaman pertama surat kabar, tapi bila kita bawa terus (atau lebih tepatnya terjadi terus ya?) hasilnya pasti sama: kita kehabisan energi.
segitu dulu ya perihal uban dan beban, saya mau memakai energi saya untuk mandi :p
Labels: mampir ngombe
Post a Comment