Alih-alih bertanya "apa tujuan hidupku?"
sekarang aku disibukkan dengan pertanyaan "bagaimana caranya bikin hidupku ini berarti, bersemangat, dan ceria?". Setelah aku pikir-pikir, aku suka nulis. Aku juga suka ngobrol. Aku bahagia kalo bisa ngelakuin sesuatu buat orang lain.

Nulis, aku takut aku cuman terbawa arus. Aku takut aku cuman tertular semangat penulis-penulis lain yang aku beli dan kadang, aku baca bukunya. Sempat juga terpikir, nulis itu adalah buah dari tanaman yang namanya mbaca, mikir, ngobrol, ato ngelakuin sesuatu. Kadang, sembayang pagi atau sembayang sore, aku gantikan dengan nulis. AKu heran, kok bisa kepikiran gini, nulis dan sembayang itu punya efek sama, sama-sama bisa bikin hati tenang, bersemangat. Aku harap aku tidak melakukan perselingkuhan, secara batin tentunya, dengan tulisan-tulisanku itu.

Filsafat, filsafat telah mengubahku. Dini, terlalu dini untuk menyatakan aku mengubah filsafat.

Saking suka dan pengennya bantuin orang lain, kadang aku ikut campur masalah-masalah pribadi orang. Dengan kritik keras, dan omelan. Toh cuman itu yang aku bisa. Harapannya ya cuman satu, orang itu sadar, kembali punya semangat, dan mewujudkan semangat itu dalam tindakan nyata. Naif?

Bukan cuman tentang masalah organisasional, masalah pribadi, masalah keluarga, pacar, kadang komputer dan tentang networking. Kalo tentang networking, aku sering juga tuh ngerasa sok tau. Meskipun kadang memang sedikit lebih tau. Dengan teori-teori ala endoch, disajikanlah solusi prematur dunia IT. Wah, semoga tidak beracun.
Kadang aku juga berjuang, untuk menjadi pembuat suasana. Tapi aku jarang meriksa, suasana yang aku buat itu bagus apa nggak ya? Kecuali emang tamu melankolis lagi berkunjung. Menyesali pikiran yang tak terucap, tapi lucunya lebih sering yang diucap juga disesali. Tanpa kata maaf.

Keterasingan adalah lawan tangguhku. Lama juga aku berguru kesana-kemari mencari celah. Mencoba melawan, mendiadakan perasaan itu. Baru saja aku tahu, ternyata Shakespeare dan Geothe bisa membuat masterpiece dunia karena mereka tidak melawan keterasingannya itu. Tapi menerimanya. Weleh, kok terkesan gampang ya? Aku coba...

Kerja apa ya, yang isinya ngobrol, bantuin orang, dan bisa mengekspresikan perasaanku dengan bebas, jujur. Tapi halal. Nggak mesti ada kenikmatan fisik, bolehlah pikiran yang berorgasme.

Kemaren aku ngobrol bareng salah satu senior di tempat kerjaku. Kebetulan sore itu langit cukup ramah, jadi kami bisa makan dengan tenang, tanpa takut kalo pulang nanti akan kehujanan. Perbedaan umur cuman satu tahun, tapi kompetensi dia di dunia networking jauh diatasku. Obrolan singkat dibuka dengan pertanyaan "gimana skripsi loe?". Iya, begitu cara senior-senior di tempat kerjaku, memperhatikan studi akademisku.

Obrolan yang menarik, selain tentang networking tentunya, adalah tentang hidup dan bahagia. Aku sendiri nggak ingat dari mana awalnya kok tiba-tiba bisa menjurus ke orborlan yang berbau filosofis lagi. Layaknya senior yang baik, selain tentang networking, dia selalu bercerita tentang tempat kerja, bagaimana seharusnya menjalani hidup, serta info-info tentang teknologi di networking. Bukan cerita satu arah, seringkali dia juga memberi aku kesempatan untuk berpendapat juga, masih dalam topik yang sama. Kami berdiskusi.

Perbincangan yang menarik di sore hari itu kututup dengan pertanyaan, "jadi, gimana seharusnya biar kita hidup bahagia?" Ada statement menarik yang dia lontarkan, "orang nggak bisa hidup sendiri, tapi kita harus bisa hidup sendiri." Maksudnya, kita butuh komunitas, butuh orang lain. Tapi pada taraf tertentu, nggak ada orang yang bener-bener mengerti perasaan kita, nggak semua hal bisa kita ceritain ke orang lain.

Wah, tips yang menarik pikirku. Aku sendiri nggak nyangka, seniorku itu punya pemikiran sedalam itu, tentang hidup. "Yang kedua..." aku menanti-nanti statement menarik apa berikutnya. Sambil jalan pelan-pelan, kulepas pandanganku ke jalan, karena tidak ada lampu penerangan dalam perjalanan kembali ke tempat kerja.

"adalah..lakuin yang lu suka..hahha.." aku suka statement ini, simple tapi dalam maknanya. Aku jadi berpikir, aku suka nonton felm, tapi bisakah aku hidup dari nonton felm aja? Aku suka main game, tapi bisakah aku hidup dari main Need For Speed aja? Aku suka ngobrol, tapi apa ya enak tiap hari cuman ngobrol? AKu cinta mati sama buku, buku sih memberikan cintanya ke semua orang sama kayak matahari, tapi apa ya bisa hidup cuman pake buku? AKu suka liburan, tapi apa jadinya kalo tiap hari itu liburan?

Jadi, yang enak itu adalah kombinasi dari semuanya. Habis kerja keras, trus akhir minggu dilewatkan dengan nonton felm bareng orang yang disayangi. Kalo lagi bete sama kerjaan, ditinggal main game. Kalo ngobrol ya liat kualitas obrolannya kayak apa, tapi yang lebih penting ada tindakan nyatanya nggak, atau cuman NATO? Misalnya udah banyak tau dari buku, toh tetep harus ada karya nyata buat sesama. Liburan juga cuman terasa nikmat kalo sebelumnya ada hari kerja. Kalo setiap hari itu liburan, ya nggak ada lagi perasaan nikmatnya liburan, justru bosen.

Simple ya, tapi di jurang kesimple-an itu tadi, ternyata banyak pemikiran yang mesti digali lebih dalam lagi. Terima kasih senior AH!