peringatan: sebaiknya tulisan saya yang satu ini tidak dibaca saat anda sedang makan sesuatu ...
saya lupa persisnya kejadian ini berlangsung kapan. Memori saya menggambarkan, ini adalah saat makan malam keluarga kami di rumah. Rumah lama saat bapak saya masih hidup, rumah lama yang belum terkena gempa tahun 2006.
Meja makan kami terbuat dari kaca berwarna hitam. Bentuknya bulat. Letaknya di bagian belakang rumah, dekat dengan dapur. saya kira-kira, ruangan makan ini besarnya sekitar 3,5m x 3,5m. Karena ruangan itu tidak terlalu besar, maka meja makan bulat kami harus ditaruh mepet ke salah satu sisi ruangan.
kursi kebangsaan bapak saya ada di bagian ujung ruangan. setidaknya begitulah pemandangan yang masih saya ingat. setiap pagi, sebelum saya berangkat ke sekolah, bapak saya selalu duduk di ujung situ, lengkap dengan rokok dan kopi nya. nah, malam itu, bapak saya juga sedang duduk di situ.
ibu saya sedang berdiri, merapikan meja makan dan menyajikan lauk untuk kami semua. sepertinya saya berlari dari ruang tv menuju ke ruang makan, masih memakai seragam sekolah. sudah bisa dipastikan saya asik bermain super nitendo sejak pulang sekolah.
saya lupa, yg menawari saya untuk makan malam saat itu adalah bapak atau ibu. kemudian, saya menolak tawaran itu karena habis eek (maaf, buang air besar). seketika itu juga, saya ditegur bapak saya dengan nada yang cukup tinggi. saya kaget dan takut karena memang saya tidak terbiasa ditegur dengan nada tinggi.
sejak hari itu saya belajar bahwa dilarang keras membicarakan perihal buang air besar di sekitar meja makan terutama saat ada orang lain sedang/akan menyantap makanannya.
nilai itulah yang saya pegang, simpan, dan saya jaga dengan sadar setiap kali berada di meja makan atau tempat makan. termasuk ketika tinggal di jakarta dari tahun 2001-2008 untuk kuliah dan bekerja.
sampai akhirnya keponakan perempuan saya, Nara Naladhipa Adisti, lahir satu tahun yang lalu, tepatnya 17 februari 2012. semenjak itulah saya merasa dunia tidak adil.
saya merasa tidak adil, terutama pada bapak saya, karena obrolan perihal eek nara menjadi pembicaraan casual di meja makan. ibu saya dan papa mama nara bisa dengan santainya membicarakan bagaimana bentuk dan warna eek nara.
setiap kali pembicaraan itu terjadi saat saya sedang makan, saya kehilangan nafsu makan. bukan karena eek nya nara, tapi ya itu, karena bapak saya sudah meninggal dan tidak ada yang menegur obrolan-obrolan casual tersebut.
saya memilih diam, ngedumel dalam hati, dan mlipir makan di depan komputer, tidak makan di meja makan.
okelah, mungkin saat dulu itu, bapak saya sedang banyak pikiran, lalu ingin menikmati makan malamnya, dan saya dengan ketidaksadaran saya telah merusak nafsu makannya.
saat menuliskan hal ini, saya sudah makan malam, dan hari ini tidak ada kejadian obrolan eek yang terjadi di sekitar meja makan. akhir minggu ini, kami sekeluarga berencana untuk pulang ke banjarnegara, nyekar ke makam keluarga, nyekar ke makam bapak saya. akhir minggu ini, akan jadi saat pertama kalinya Nara mengunjungi makam bapak saya.
oh, dan saya cukup yakin, kalau bapak saya masih hidup saat nara sudah lahir, kecil kemungkinan dia akan memarahi cucu perempuan pertamanya itu :D
saya lupa persisnya kejadian ini berlangsung kapan. Memori saya menggambarkan, ini adalah saat makan malam keluarga kami di rumah. Rumah lama saat bapak saya masih hidup, rumah lama yang belum terkena gempa tahun 2006.
Meja makan kami terbuat dari kaca berwarna hitam. Bentuknya bulat. Letaknya di bagian belakang rumah, dekat dengan dapur. saya kira-kira, ruangan makan ini besarnya sekitar 3,5m x 3,5m. Karena ruangan itu tidak terlalu besar, maka meja makan bulat kami harus ditaruh mepet ke salah satu sisi ruangan.
kursi kebangsaan bapak saya ada di bagian ujung ruangan. setidaknya begitulah pemandangan yang masih saya ingat. setiap pagi, sebelum saya berangkat ke sekolah, bapak saya selalu duduk di ujung situ, lengkap dengan rokok dan kopi nya. nah, malam itu, bapak saya juga sedang duduk di situ.
ibu saya sedang berdiri, merapikan meja makan dan menyajikan lauk untuk kami semua. sepertinya saya berlari dari ruang tv menuju ke ruang makan, masih memakai seragam sekolah. sudah bisa dipastikan saya asik bermain super nitendo sejak pulang sekolah.
saya lupa, yg menawari saya untuk makan malam saat itu adalah bapak atau ibu. kemudian, saya menolak tawaran itu karena habis eek (maaf, buang air besar). seketika itu juga, saya ditegur bapak saya dengan nada yang cukup tinggi. saya kaget dan takut karena memang saya tidak terbiasa ditegur dengan nada tinggi.
sejak hari itu saya belajar bahwa dilarang keras membicarakan perihal buang air besar di sekitar meja makan terutama saat ada orang lain sedang/akan menyantap makanannya.
nilai itulah yang saya pegang, simpan, dan saya jaga dengan sadar setiap kali berada di meja makan atau tempat makan. termasuk ketika tinggal di jakarta dari tahun 2001-2008 untuk kuliah dan bekerja.
sampai akhirnya keponakan perempuan saya, Nara Naladhipa Adisti, lahir satu tahun yang lalu, tepatnya 17 februari 2012. semenjak itulah saya merasa dunia tidak adil.
saya merasa tidak adil, terutama pada bapak saya, karena obrolan perihal eek nara menjadi pembicaraan casual di meja makan. ibu saya dan papa mama nara bisa dengan santainya membicarakan bagaimana bentuk dan warna eek nara.
setiap kali pembicaraan itu terjadi saat saya sedang makan, saya kehilangan nafsu makan. bukan karena eek nya nara, tapi ya itu, karena bapak saya sudah meninggal dan tidak ada yang menegur obrolan-obrolan casual tersebut.
saya memilih diam, ngedumel dalam hati, dan mlipir makan di depan komputer, tidak makan di meja makan.
okelah, mungkin saat dulu itu, bapak saya sedang banyak pikiran, lalu ingin menikmati makan malamnya, dan saya dengan ketidaksadaran saya telah merusak nafsu makannya.
saat menuliskan hal ini, saya sudah makan malam, dan hari ini tidak ada kejadian obrolan eek yang terjadi di sekitar meja makan. akhir minggu ini, kami sekeluarga berencana untuk pulang ke banjarnegara, nyekar ke makam keluarga, nyekar ke makam bapak saya. akhir minggu ini, akan jadi saat pertama kalinya Nara mengunjungi makam bapak saya.
oh, dan saya cukup yakin, kalau bapak saya masih hidup saat nara sudah lahir, kecil kemungkinan dia akan memarahi cucu perempuan pertamanya itu :D
Labels: mampir ngombe
Post a Comment