perjalanan ini,
aku suka moment-moment di perjalanan, perjalanan di mana kita bukan jadi pengemudi, soalnya waktu perjalanan itu kita nggak ngapa-ngapain, nunggu aja sampe tujuan. Dan biasanya di saat-saat seperti itulah akan keluar banyak sekali pemikiran-pemikiran. Ada juga keinginan untuk smsin orang-orang yang jarang aku kontak, yah sekedar pengen tau kabar aja sembari jadi temen perjalanan...
Jadi ceritanya aku lagi di jogja, dan perjalanan yang aku barusan sampein itu perjalanan dari jakarta - semarang - jogja, naik minibus, yang kapasitasnya bisa 10 orang. Ternyata minibus itu bisa disewa juga, nah dalam hati aku jadi makin pengen liburan ke bali, ajakin temen-temen biar rame.
Sampe di jogja, langsung disambut oleh ayam goreng. Tadinya aku nggak tahu, kalo di rumah udah langganan tv cable, dan ada internet pula. Wah, enakk bangett pikirku. Sorenya aku abisin waktu ke citraweb, di situ aku jadi belajar hal-hal di luar Cisco, ternyata banyak banget teknologi yang aku nggak tau selama ini, yah itung-itung kuliah tambahan.
Seperti biasa, malemnya dilewatkan dengan obrolan-obrolan, kali ini sama Donnie. Seru juga denger ceritanya tentang 9 website buatan dia masuk nominasi sebagai situs terbaik versi majalah komputer aktif. Dia juga cerita tentang Charlie, anak de britto juga yang dapet nominasi. Cerita berlanjut tentang serunya kerja kantoran, apalagi sekarang dia jadi direktur yang kerjaannya tiap hari main PS2, download bokep, main gitar...ya pokoknya hep fun deh, tapi kerja serius dan berorientasi pada hasil. Salah satu yang nggak terlupakan ya bagian di mana dia memperdayai profesor doktornya MM UGM jojga...hahahha..bisa aja si pak direktur ini.
Cerita tentang manajemen orang, dia juga nyinggung tentang gaya kepemimpinan yang sudah nggak asing lagi buatku, kepemimpinan yang berorientasi pada orang, ngewongke ewong, dan memimpin dengan hati. Aku yakin itu semua berkat dia juga cukup memperhatikan sisi spiritualitas dia, dan dia juga meng-iya-kan.
obrolan malam dan nyaris pagi itu ditutup dengan jalan-jalan muterin jogja, lengkap dengan suasana malamnya, kehidupan malamnya, polisinya, warianya, dan tentu aja lewatin penjual gudegnya. Diselingi pembicaraan tentang falsafah hidup, plus sedikit teriakan-teriakan kecil, peringatan serta ekspresi ketakutan pak direktur akan tabrakan.
Obrolan itu jadi bikin aku bertanya, apa sih sebenarnya berpikir itu? pertanyaan ini jadi makin menguat setelah aku baca juga salah satu esai sarjana terkenal dari luar negri yang aku lupa namanya.
Aku merasa bisa hidup lebih enak di jogja, fasilitas lengkap, makan nggak usah pusing mau makan di mana, nggak usah terlalu belajar ngatur keuangan, dan yang pasti aku bisa baca-baca buku kesukaanku, sambil jaga toko.
dibandingkan dengan di jakarta, mesti kerja mandiri, makan kadang-kadang juga mandiri, lewatin hari-hari yang mesra dengan setumpuk kerjaan di kepala, bukan di tangan.
banyak hal-hal kecil yang bisa membuatku ragu, goyah, takut salah ambil keputusan, bahwa nanti kalo aku lulus, aku bakalan kerja di jakarta, ngajar di Bit, ngikut jadi SI, ngedit buku, dan nulis arif.
contohnya, tadi sore, hari ini libur, tapi di showroom prawirotaman, di kantor papahku, ada begitu banyak lobster yang harus di kasih makan, ada begitu banyak bonsai yang harus di siramin, tugas ini biasa dilakuin sama si hahan, adikku.
aku jadi bertanya-tanya, siapa ya yang bakalan nyiramin dan kasih makan lobster, kalo nanti si hahan udah kuliah di Binus? dan aku kerja di jakarta juga? Siapa yang bakalin nemenin si mamah di jogja? Siapa yang bakalan jaga rumah, dan mungkin jadi orang yang bisa diandalkan di jogja?
barisan pertanyaan itu larut dalam keasikan menyiram tanaman. Yah, seingatku terakhir aku nyiram tanaman itu di kos, itu aja pake ludah. Bukan pake selang dan air beneran. Kemaren, aku cuman ngeliat aja 2 karyawan nyiram bonsai dan beberapa taneman. Yang aku tau bahwa taneman itu udah disiramin, ya udah, itu cukup, titik.
Ternyata nyiram taneman itu nggak semudah itu, nggak semudah kita ngeliat orang lain. Salah-salah, taneman bisa mati kalo kebanyakan air, contohnya kamboja yang masih kecil, akarnya bisa busuk kalo kebanyakan air, sama kayak kaktus.
Kalo nggak hati-hati, nyiramin taneman itu bisa ngerusak struktur tanah yang ada di pot, jadi kita mesti nekan ujung selang, dan kita bikin air terjun yang sesuai dengan keinginan kita, tapi nggak berbahaya untuk mengoyak tanah.
Bukan cuman sekali, aku ngelewatin pohon yang paling besar, dan sibuk dengan pohon yang kecil-kecil. Yah, mungkin itu adalah refleksi kehidupan sehari-hariku, lebih menyibukkan diri dengan hal-hal kecil yang banyak, tapi aku melupakan satu hal yang besar, hal yang paling besar.
sesekali kita harus nyiramin daunnya juga, ketika itu daun-daun yang berwarna kuning dan sudah saatnya untuk jatuh, akan jatuh. Artinya regenerasi, sama kayak orang hidup, orang mati, orang hidup, dan seterusnya.
Waktu nyiramin juga mesti dapet perhatian, meskipun fotosintesis itu berlangsung pada saat siang hari, tapi kalo kita nyiramin siang hari, tanaman pasti mati. Aneh ya? Kebiasaan orang nyiramin tanaman adalah pagi hari atau sore hari. Untuk kebiasaan yang satu ini, aku nggak tau secara ilmiah kenapa begitu. Mungkin bakalan aneh aja kali ya, nyiramin taneman pas dini hari gitu hihiih...
Sama kayak waktu untuk melakukan suatu tindakan, harus tepat.
Waktu asik-asiknya nyiramin tiba-tiba ada cletukan, "wah mendung", buntutnya jadi nggak konsen lagi nyiramin, karena tau kalo taneman itu nggak bakalan kekeringan, jadi aku nggak harus buang-buang air buat nyiramin, sementara masih banyak orang-orang di belahan dunia ini yang kekeringan, kesusahan air. Tapi bukan asal airnya yang penting, taneman itu bukan cuman butuh air secara fisik, taneman itu butuh air secara rohani juga. Didekati, diajak ngobrol, disayang. Bukan sekedar melakukan tugas nyiramin, tapi ada sesuatu yang lebih penting disitu, untuk disadari, tapi jarang ditemukan dan disyukuri.
bahwa barusan terjadi gempa yang cukup besar, atau ada bencana banjir, atau ada tanah longsor, atau ada pencemaran lingkungan, atau ada kebakaran hutan, serentetan kejadian itu tidak boleh, tidak boleh dijadikan alasan untuk mengurungkan niat melakukan sesuatu untuk alam, untuk lingkungan hidup. Tempat yang biasa kita injak, kita ludahin, kita kencingin, kita tumpahin dengan sisa-sisa makanan, kita timbun dengan segunung sampah.
kembali aku tersadar, ketika pohon yang harus disiram itu habis. Aku sengaja, menyemprotkan air ke udara, membentuk air hujan versiku sendiri, air hujan kreativitasku sendiri, dengan harapan aku bukan menginjak bumi, tapi aku berkomunikasi dan berhubungan dengannya. Bukan aku mengencingi, tapi aku membiarkan laut menawarkan segala macam polusi air, segala macam kotornya sungai, membiarkan laut membuat aliran sungai yang tadinya hitam kelam, mengandung bermacam-macam racun dan kotoran, tapi akhirnya menjadi berwarna biru, dan rasanya satu, asin!
aku pulang, menyapa keyboard dan teman-temanku di jakarta, diselingi mandi, dan makan sop sosis, makanan favoritku buah karya tangan ibuku. Selanjutnya, kulanjutkan perengungan-perenunganku...
Jogja, di bekas ruang kamarku yang tua, diselangkah penghujung akhir taun penuh kemelut dan ledakan bom 2004.
aku suka moment-moment di perjalanan, perjalanan di mana kita bukan jadi pengemudi, soalnya waktu perjalanan itu kita nggak ngapa-ngapain, nunggu aja sampe tujuan. Dan biasanya di saat-saat seperti itulah akan keluar banyak sekali pemikiran-pemikiran. Ada juga keinginan untuk smsin orang-orang yang jarang aku kontak, yah sekedar pengen tau kabar aja sembari jadi temen perjalanan...
Jadi ceritanya aku lagi di jogja, dan perjalanan yang aku barusan sampein itu perjalanan dari jakarta - semarang - jogja, naik minibus, yang kapasitasnya bisa 10 orang. Ternyata minibus itu bisa disewa juga, nah dalam hati aku jadi makin pengen liburan ke bali, ajakin temen-temen biar rame.
Sampe di jogja, langsung disambut oleh ayam goreng. Tadinya aku nggak tahu, kalo di rumah udah langganan tv cable, dan ada internet pula. Wah, enakk bangett pikirku. Sorenya aku abisin waktu ke citraweb, di situ aku jadi belajar hal-hal di luar Cisco, ternyata banyak banget teknologi yang aku nggak tau selama ini, yah itung-itung kuliah tambahan.
Seperti biasa, malemnya dilewatkan dengan obrolan-obrolan, kali ini sama Donnie. Seru juga denger ceritanya tentang 9 website buatan dia masuk nominasi sebagai situs terbaik versi majalah komputer aktif. Dia juga cerita tentang Charlie, anak de britto juga yang dapet nominasi. Cerita berlanjut tentang serunya kerja kantoran, apalagi sekarang dia jadi direktur yang kerjaannya tiap hari main PS2, download bokep, main gitar...ya pokoknya hep fun deh, tapi kerja serius dan berorientasi pada hasil. Salah satu yang nggak terlupakan ya bagian di mana dia memperdayai profesor doktornya MM UGM jojga...hahahha..bisa aja si pak direktur ini.
Cerita tentang manajemen orang, dia juga nyinggung tentang gaya kepemimpinan yang sudah nggak asing lagi buatku, kepemimpinan yang berorientasi pada orang, ngewongke ewong, dan memimpin dengan hati. Aku yakin itu semua berkat dia juga cukup memperhatikan sisi spiritualitas dia, dan dia juga meng-iya-kan.
obrolan malam dan nyaris pagi itu ditutup dengan jalan-jalan muterin jogja, lengkap dengan suasana malamnya, kehidupan malamnya, polisinya, warianya, dan tentu aja lewatin penjual gudegnya. Diselingi pembicaraan tentang falsafah hidup, plus sedikit teriakan-teriakan kecil, peringatan serta ekspresi ketakutan pak direktur akan tabrakan.
Obrolan itu jadi bikin aku bertanya, apa sih sebenarnya berpikir itu? pertanyaan ini jadi makin menguat setelah aku baca juga salah satu esai sarjana terkenal dari luar negri yang aku lupa namanya.
Aku merasa bisa hidup lebih enak di jogja, fasilitas lengkap, makan nggak usah pusing mau makan di mana, nggak usah terlalu belajar ngatur keuangan, dan yang pasti aku bisa baca-baca buku kesukaanku, sambil jaga toko.
dibandingkan dengan di jakarta, mesti kerja mandiri, makan kadang-kadang juga mandiri, lewatin hari-hari yang mesra dengan setumpuk kerjaan di kepala, bukan di tangan.
banyak hal-hal kecil yang bisa membuatku ragu, goyah, takut salah ambil keputusan, bahwa nanti kalo aku lulus, aku bakalan kerja di jakarta, ngajar di Bit, ngikut jadi SI, ngedit buku, dan nulis arif.
contohnya, tadi sore, hari ini libur, tapi di showroom prawirotaman, di kantor papahku, ada begitu banyak lobster yang harus di kasih makan, ada begitu banyak bonsai yang harus di siramin, tugas ini biasa dilakuin sama si hahan, adikku.
aku jadi bertanya-tanya, siapa ya yang bakalan nyiramin dan kasih makan lobster, kalo nanti si hahan udah kuliah di Binus? dan aku kerja di jakarta juga? Siapa yang bakalin nemenin si mamah di jogja? Siapa yang bakalan jaga rumah, dan mungkin jadi orang yang bisa diandalkan di jogja?
barisan pertanyaan itu larut dalam keasikan menyiram tanaman. Yah, seingatku terakhir aku nyiram tanaman itu di kos, itu aja pake ludah. Bukan pake selang dan air beneran. Kemaren, aku cuman ngeliat aja 2 karyawan nyiram bonsai dan beberapa taneman. Yang aku tau bahwa taneman itu udah disiramin, ya udah, itu cukup, titik.
Ternyata nyiram taneman itu nggak semudah itu, nggak semudah kita ngeliat orang lain. Salah-salah, taneman bisa mati kalo kebanyakan air, contohnya kamboja yang masih kecil, akarnya bisa busuk kalo kebanyakan air, sama kayak kaktus.
Kalo nggak hati-hati, nyiramin taneman itu bisa ngerusak struktur tanah yang ada di pot, jadi kita mesti nekan ujung selang, dan kita bikin air terjun yang sesuai dengan keinginan kita, tapi nggak berbahaya untuk mengoyak tanah.
Bukan cuman sekali, aku ngelewatin pohon yang paling besar, dan sibuk dengan pohon yang kecil-kecil. Yah, mungkin itu adalah refleksi kehidupan sehari-hariku, lebih menyibukkan diri dengan hal-hal kecil yang banyak, tapi aku melupakan satu hal yang besar, hal yang paling besar.
sesekali kita harus nyiramin daunnya juga, ketika itu daun-daun yang berwarna kuning dan sudah saatnya untuk jatuh, akan jatuh. Artinya regenerasi, sama kayak orang hidup, orang mati, orang hidup, dan seterusnya.
Waktu nyiramin juga mesti dapet perhatian, meskipun fotosintesis itu berlangsung pada saat siang hari, tapi kalo kita nyiramin siang hari, tanaman pasti mati. Aneh ya? Kebiasaan orang nyiramin tanaman adalah pagi hari atau sore hari. Untuk kebiasaan yang satu ini, aku nggak tau secara ilmiah kenapa begitu. Mungkin bakalan aneh aja kali ya, nyiramin taneman pas dini hari gitu hihiih...
Sama kayak waktu untuk melakukan suatu tindakan, harus tepat.
Waktu asik-asiknya nyiramin tiba-tiba ada cletukan, "wah mendung", buntutnya jadi nggak konsen lagi nyiramin, karena tau kalo taneman itu nggak bakalan kekeringan, jadi aku nggak harus buang-buang air buat nyiramin, sementara masih banyak orang-orang di belahan dunia ini yang kekeringan, kesusahan air. Tapi bukan asal airnya yang penting, taneman itu bukan cuman butuh air secara fisik, taneman itu butuh air secara rohani juga. Didekati, diajak ngobrol, disayang. Bukan sekedar melakukan tugas nyiramin, tapi ada sesuatu yang lebih penting disitu, untuk disadari, tapi jarang ditemukan dan disyukuri.
bahwa barusan terjadi gempa yang cukup besar, atau ada bencana banjir, atau ada tanah longsor, atau ada pencemaran lingkungan, atau ada kebakaran hutan, serentetan kejadian itu tidak boleh, tidak boleh dijadikan alasan untuk mengurungkan niat melakukan sesuatu untuk alam, untuk lingkungan hidup. Tempat yang biasa kita injak, kita ludahin, kita kencingin, kita tumpahin dengan sisa-sisa makanan, kita timbun dengan segunung sampah.
kembali aku tersadar, ketika pohon yang harus disiram itu habis. Aku sengaja, menyemprotkan air ke udara, membentuk air hujan versiku sendiri, air hujan kreativitasku sendiri, dengan harapan aku bukan menginjak bumi, tapi aku berkomunikasi dan berhubungan dengannya. Bukan aku mengencingi, tapi aku membiarkan laut menawarkan segala macam polusi air, segala macam kotornya sungai, membiarkan laut membuat aliran sungai yang tadinya hitam kelam, mengandung bermacam-macam racun dan kotoran, tapi akhirnya menjadi berwarna biru, dan rasanya satu, asin!
aku pulang, menyapa keyboard dan teman-temanku di jakarta, diselingi mandi, dan makan sop sosis, makanan favoritku buah karya tangan ibuku. Selanjutnya, kulanjutkan perengungan-perenunganku...
Jogja, di bekas ruang kamarku yang tua, diselangkah penghujung akhir taun penuh kemelut dan ledakan bom 2004.
Post a Comment